BAB II
PEMIKIRAN DAN KARYA MARTIN
HEIDEGGER
A. Biografi
Martin Heidegger
- Lingkungan Martin Heidegger
Pemihakan pada Nationalsozialistische Deutsche
Arbeiterpartei (NSDAP; Partai Pekerja Nasional-Sosialis Jerman) atau Partai
Nazi, perselingkuhannya dengan Hannah Arendt dan keretakan hubungannya dengan
‘sistem agama katolik’ merupakan warna dari kehidupan seorang filsuf abad 20
ini. Martin Heidegger adalah sosok filosof modern yang tenang, senang dengan
kesunyian dan tetap aktif berdialog dengan lingkungan dimasanya. Ia hidup
dengan penuh kesederhanaan dan tidak mempunyai keingginan untuk meninggalkan
tanah kelahirannya. Tanggal 26 September 1889 Heidegger dilahirkan di kota
kecil wilayah Schwarzwald, Messikirch,[1]
dari pasangan Freidrich dan Johanna Heidegger. Ayahnya bekerja sebagai koster
gereja Katolik Santo Martinus di kota itu.[2]
Heidegger selalu berpenampilan sederhana setiap
harinya, bahkan di saat ia mengajar pun ia hanya mengenakan pakaian Schwaben (pakaian petani). Bisa
dikatakan penampilannya lebih mirip dengan seorang petani dari pada seorang
tokoh intelektual. Kesehariannya Heidegger lebih menyukai pada kesunyian dan
keheningan, suasana seperti ini digunakannya untuk menulis dan menyelesaikan
karya-karyanya.
Heidegger hidup dalam dunia kesalehan dan ketaatannya
pada tradisi katolik yang ketat, tak mengherankan bahwa ia ingin menjadi
seorang imam besar dan masuk seminari. Keinginannya untuk menjadi imam timbul
sejak ia sekolah di Gymnasium kota Konstanz pada 1906. Selanjutnya ia
memutuskan untuk masuk Novisiat Serikat Yesus di Tisis, di Austri pada 30
September 1909. Hanya bertahan dua minggu ia disana, dikarenakan kesehatan ia
harus keluar. Selanjutnya, ia melanjutkan pendidikannya di bidang Filsafat dan
Teologi di kota Freiburg im Bresgau. Sikap resmi gereja Katolik pra-konsili
Vatikan II yang antimodernis membentuk pemikiran Heidegger seperti yang tampak
pada arikel dalam suatu majalah Katolik. Ia mengalami krisis hidup pada tahun
1911 dan dikeluarkannya dari
pendidikan imamat, selang delapan tahun ia memutuskan hubungannya dengan gereja
Katolik. Sikap yang dipilihnya ini dianggap oleh orang banyak sebagai skandal.
Heidegger tetap menerima bantuan biaya dari gereja untuk studinya walaupun ia
melawan ‘sistem agama Katolik’, dan berharap dapat posisi mengajar setelah ia
menyelesaikan studinya tersebut.
Setelah menyelesaikan pendidikannya ia mulai belajar
fenomenologi yang kala itu menjadi mode di Universita-universitas Jerman. Di
sini ia pertama kali menemukan tulisan-tulisan Edmund Husserl seorang pelopor fenomenologi, dan disarankan Husserl untuk
mempelajari teologi,
matematika dan filsafat. Heidegger menerima
saran tersebut dan berhasil menyelesaikan
gelar
doktornya dengan penelitian, "Doktrin kiamat di Psychologism" pada
tahun 1914.
Pada tahun berikutnya ia menyelesaikan Habilitationsschrift [3]
dengan disertasinya, Die Kategorien-
und Bedeungtungslehre des Duns Scotus "Teori Duns Scotus tentang Kategori-kategori dan
Makna."
Karya
tersebut menjadi salah satu karyanya yang mempemgaruhi para tokoh selanjutnya
diantaranya Thomas Aquinas dan Duns Scotus. Mereka sama-sama mengembangkan
pemikiran tetang metafisika yang di mana Tuhan menjadi ide utama. Bertepatan
dengan Refolusi Rusia pada tahun 1917 Heidegger menikahi seorang wanita yang
bernama Elfride Petri. Di saat ia memutuskan untuk berrumah tangga ia juga
bergabung dan menjadi anggota di tentara Jerman.
Pada tahun 1919 diangkat menjadi professor filsafat
di Marburg. Selama menjadi seorang professor dengan menyelesaikan karya-karyanya
ia juga aktif menulis puisi tanpa disengaja ia terlibat menjalin cinta dengan
mahasiswinya sendiri. Hampir setiap
waktu Hanah Arendt mendatangi kator Heidegger. Menurut Heidegger, Arendt adalah
die Passion seines Lebens ‘gairah hidup’-nya, penyemangat dirinya dan
penginspirasi karyanya yang sangat fenomenal yakni Sein und Zeit.
Setelah perang dunia II, dari pengusingannya di
Amerika Serikat, Arendt mendengar kekasih dan juga gurunya ini terikat dalam
Nazi. Sejak 1967, Arendt rutin mengunjungi Heidegger dan mempersembahkan kembali
puisi-puisi cinta untuknya begitu sebaliknya. Mengingat hubungan ini bisa
menghancurkan rumahtangganya, Heidegger meminta bantuan Karj Jesper untuk
membimbing disertasi Arendt dan mulai berpisah. Di pedalaman Schwarzwald, di
wilayah Todtnauberg pada 1923 Heidegger mendirikan pondok kecil dari kayu dan
sering menyendiri dengan istrinya. Pondok Todnauberg ini sangat bersejarah
karena ketelibantannya Heidegger dengan Nazi, dan pada 1931 ia menyatakan
dukungannya pada Hitler.
Tepat pada 1933, Hitler merebut kekuasaan dan
melancarkan kerusuhan-kerusuhan anti-yahudi di berbagai kota. Heidegger tidak
sepenuhnya pro-Nazi, dan masih menjaga jarak terhadap rezim totaliter ini. Heidegger pernah secara terbuka meminta maaf atas
keterlibatannya dengan Sosialisme Nasional. Dengan sidang de-nazification tahun
1945, Heidegger dilarang mengajar dan mengajar di universitas oleh Pemerintah
Militer Perancis, dan penghapusan dia dari jabatan profesor.
Meskipun begitu
ia terus menulis dan berbicara, ia menderita gangguan saraf
pada tahun 1946. Pada tahun 1950, Heidegger telah kembali ke posisi mengajar,
dan satu tahun kemudian ia diangkat menjadi profesor Emeritus,
Prancis oleh pemerintah
Baden. Selama dekade berikutnya ia menerbitkan sejumlah karya termasuk: (Sebuah Pengantar Metafisika. 1953, trans 1959), (Apa yang Disebut Berpikir.
1954, trans 1968), (Apa Filsafat. 1956), dan (Menuju Bahasa. 1959). Akhirnya Heidegger meninggal di Frieburg pada 26 Mei 1976,
tetapi sampai sekarang pesonanya sebagai filsuf tidak pernah luntur terbukti
setiap tahunnya banyak mahasiswa fisafat yang datang dan mengunjungi gubugnya
di Todtnauberg.
- Orang-orang Yang Berpegaruh
a. Edmund
Hussrel
Sebagai mahasiswa Edmund
Husserl, Heidegger merasa bahwa pemikiran Husserl
terjebak oleh hubungannya dengan konsep Allah dan transenden. Fenomenologi
yang dirumuskan oleh Hussrel sebagai reduksi fenomenologis atau epoche:
anggapan-anggapan bahwa tata-krama itu sudah ada dan entah di dalam atau di
luar kesadaran manusia. Memahami fenomenologi dan ontologi dan kaitannya dengan
Ada.
Dengan melihat banyak kenyataan-kenyataan di bidang
tertentu, seperti misalnya ekonomi, antropologi, sosiologi. Ilmu-ilmu ini sudah
dikenal karena orang sering memakai dan mengambil manfaat praktisnya. Dari
cabang keilmuan itu terdapat ilmu yang membahas ‘kenyataan itu sendiri’. Segala
kenyataan khusus terdapat dalam satu paket, yaitu satu kategori sebagai satu
objek pikiran, dan itulah ‘Ada’. Semua kenyatan itu dapat dikemas dalam dalam
satu kata yaitu ‘yang ada’, dan ilmu yang membahas ‘yang ada’ inilah ontologi.[4]
Penampakan Ada tidak sederhana, Heidegger cukup
detail dalam memilah jenis penampakan. Pertama, sesuatu bisa menampakan diri
seolah-olah mirip sesuatu/hanya
kemiripan saja (Scheinen). Misalnya, saya melihat orang yang mirip bapak
saya dari belakang dan ternyata itu bukan bapak saya melainkan orang lain.
Kedua, sesuatu bisa menampakan dirinya tetapi dirinya yang sejati tersembunyi
di balik penampilannya (Erscheinung). Misalnya, saya sedang sakit demam,
demam adalam penampakan suatu penyakit dan penyakit itu sendiri tidak
menampakkan diri. Heidegger menyatakan Ada seolah-oleh bermain dan menyingkap
dalam ketersembunyiannya dan bersembunyi dalam ketersingkapannya. Pendekatan
ontologi sebagai fenomenologi berarti bahwa ‘Ada menampakkan dirinya’.
Pendekatan inilah yang membuat perbedaan pemikiran
dengan Hussrel sang pelopor fenomenologi itu sendiri. Konsep Hussrel
meradikalkan tentang intensionalitas yaitu keterarahan kesadaran. Menurut
Hussrel, selalu terarah pada sesuatu di luarnya. Baginya intensionalitas adalah
kesadaran akan sesuatu. Berbeda terbalik dengan Heidegger yang
meradikalkan kosep intensionalitas, bukan hanya kesadaran akan sesuatu, yaitu
lebih pada kesadaran dalam/sebagai sesuatu.
Dalam arti kita tidak hanya menyadari sesuatu tetapi
kesadaran itu juga turut peran dalam membentuk kesadaran kita. Dengan demikian
kesadaran tidak lebih utama dari Ada, melainkan sebaliknya. Kesadaran adalah
Ada menampakkan diri.[5]
Jadi fenomenologi Hussrel adalah suatu epistemologi karena menyangkut
‘pengetahuan tentang dunia’, sedangkan menurut Heidegger adalah suatu ontologi
karena menyangkut ‘kenyataan’.
Heidegger
menggambarkan kualitas Berada di konsep Dasein. Subyek dilemparkan ke
dalam dunia yang terdiri dari hal-hal yang berpotensi berguna, budaya dan benda-benda alam. Benda-benda dan
artefak datang ke manusia dari masa lalu dan digunakan di masa sekarang demi
tujuan masa depan, Heidegger mengemukakan hubungan mendasar antara modus
menjadi objek dan kemanusiaan dan struktur waktu. Sebelum mengarak pada dasein
kita perlu kembali dalam pemikirannya tentang Ada.
Banyak para filsuf sebelumnya yang tidak
menyadari arti Ada itu sendiri. Tanpa sadar mereka
mengabaikan kenyataan yang sanagt penting yaitu bahwa dunia ada (eksis).[6]
Seperti dalam pemikiran Plato yang mempertanyakan tentang barang-barang yang
berkaitan/berhubungan dengan dunia dan memusatkan pemikirannya pada dunia saja.
Berawal dari itu filsuf-filsuf selanjutnya menyibukkan diri dengan memikirkan
dunia dan tidak memusatkan pikirannya pada kenyataan yang lebih mendasar:
keberadaan dunia itu sendiri.
b. Hannah
Arendt.
Hannah Arendt merupakan mahasiswa dari Martin
Heidegger, dan ia memiliki pesona yang tersendiri dalam memikat hati Heidegger.
Heidegger sangat tertarik dengan pemikirannya yang sangat cerdas. Tidak hanya
itu, ia juga sebagai inspirasi bagi Heidegger untuk membuat karya yang sangat
fenomenal yang kita kenal sekarang ini. Karya ini sampai sekarang tidak bias
terselesaikan karena Heidegger terlebih dahulu meninggal dunia. Bagi Heidegger
Arendt merupakan die Passion seines Lebens ‘gairah hidup’-nya. Banyak
puisi-puisi yang diubannya dan dipersembahkan untuk Arendt. Selama ia menjadi
mahasiswa Heidegger ia juga menjalin cinta dengannya dan tidak ada seorang pun
mengetahui ini. Setiap waktu Arendt selalu datang mengunjungi Heidegger. Sampai
pada waktunya Heidegger sakit dan tidak dapat menyelesaikan karyanya dan
kemudian meninggal dunia. Sebelum itu Heidegger meminta bantuan pada Karl
Jesper untuk membantu mahasiwanya ini dalam menyelesaikan kuliahnya.
c. Heidegger
dan Nazisme
Setelah perang dunia II Heidegger terlibat dengan
partai Nazi, penggabungan dirinya dengan partai nazi merupakan kesalahn
terbesar yang telah ia lakukan. Pada 1931 ia menyatakan dukungannya pada
Hitler. Tepat pada 1933, Hitler merebut kekuasaan dan melancarkan
kerusuhan-kerusuhan anti-yahudi di berbagai kota. Heidegger tidak sepenuhnya
pro-Nazi, dan masih menjaga jarak terhadap rezim totaliter ini. Heidegger pernah secara terbuka meminta maaf atas
keterlibatannya dengan Sosialisme Nasional.
Bagi para filsuf, ini merupakan salah satu jalan
yang salah dan sangat memalukan. Pengabungannya dengan Nazi hanya sebagai
perlindungan politik di masa itu. Partai yang sangat keras dan menekankan pada
pemikiran ateis membuat pemikiran Heidegger diragukan sebagai seorang filsuf.
Penggabuangan terhadap nazi membuat ia mendapatkan inspirasi dalam mengartikan
manusia atau eksistensi manusia itu sendiri.
Menurutnya manusia adalah Dasein, bahwa
mereka tidak mempunyai esensi yang sama. Maka tidak ada alasn untuk berharap
bahwa suatu kelompok khusus dasein,akan menghormati hak-hak dari yang
lain. Misalnya saya adalah orang Jawa, dan Anda bukan; maka Anda merupakan
suatu bahaya bagi saya. Pendapat seperti ini membawa nazi menjadi partai yang
besar dan kuat dalam berpolitik.
B. Pemikiran
Martin Haidegger
Berikut pemikiran-pemikiran dari Martin Heidegger:
- Mengenai Esensi Kebenaran:
Misteri absolut, dalam misteri yang terdapat dalam
dirinya sendiri, dengan meresapi seluruh Dasein manusia…. Semakin ia
jauh dalam meresapinya semakin menjadikan dirinya secara eksklusif sebagai
ukuran dari segala hal.
- Mengenai Subjek:
Manusia terutama tidak pernah berada menjadi pihak
di sini dari dunia sebagai “subjek”, baik dalam arti “Aku” atau pun “Kita”.
Secara eksklusif manusia menjadi subjek dan selalu berada dalam hubungan dengan
objek sehingga kodratnya harus dilihat di dalam hubungan subjek-objek. Dalam
kodratnya, manusia berada (eksis) terutama masuk dalam keterbukaan Ada, dan
keterbukaan inilah yang jelaskan “antara” yang memungkinkan “adanya” “hubungan”
subjek-objek. Secara tidak langsung beradanya manusia menjelaskan antara
subjek-objek-nya yang mempunyai hubungan dan tidak dapat dipisahkan.
- Mengenai Ada:
Semua pengada berada dalam Ada. Rumusan lebih
jelasnya ada adalah Ada. Ada merupakan syarat mutlak bagi
pengada-pengada untuk berada. Tanpa Ada, tanpa eksistensi dasar tidak ada
individu yang dapat ada.
- Mengenai “Tiada”:
Hanya karena Tiada dinyatakan dalam dasar terdalam
dari Dasein kita, maka dimungkinkan bagi keasingan dari yang ada menjadi
nyata bagi kita, yang ada dibangkitkan dan mengundang kekaguman diri atas kita.
Hanya karena kagum, yaitu pernyataan dari Tiada, muncul pertanyaan “Mengapa”.
Hanya Karena “Mengapa” ini kita dapat mencari dasar-dasar dan bukti-bukti dalam
cara tertentu. Hanya karena kita dapat bertanya dan membuktikan kita ditentukan
untuk menjadi tuan yang terhormat dalam hidup ini.
- Megenai Eksistensi:
Penyimpangan yang paling jelas di mana Dasein
sebagai kemampuan-bagi-Ada, dapat ada, merupakan kebenaran dari eksistensi.
Eksistensi merupakan dasar pemikiran untuk memaknai Ada dala dunia ini.
- Mengenai “Dasein”:
Untuk menjawab pertanyaan mengenai Ada secara
memadai, kita harus membuat entitas-penyidik-yang menjelaskan dalam Ada-nya
sendiri. Pengajuan pertanyaan ini merupakan mode suatu entitas dari Ada; dan
dengan begitu sifat utamanya dari apa yang dicari-yaitu Ada. Entitas ini yang
masing-masing dari kita adalah dirinya sendiri dan yang mencakup pencarian
sebagai satu di antara kemungkinan-kemungkinan Ada-nya, kita menyebutkannya
dengan istilah Dasein (berada-di-sana).
- Mengenai Keterlemparan:
Sifat keberadaan Dasein ini-yaitu
“sebagaimana adanya itu” diselubungi dalam “dari mana” dan “ke mana”-nya kita
tidak mengetahui, tetapi dalam diri seluruhnya semakin gamblang kita
menyebutnya keterlemparan, entitas ini diartikan ke dalam “di sana”-nya.
Dengan jelas menerangkan bahwa kita berada-di sana.
- Mengenai “berada-dalam-dunia”:
Dasein adalah entitas yang
bercirikan ada-dalam-dunia. Hidup manusia bukanlah suatu subjek yang harus
menampilkan suatu tipuan agar bisa masuk ke dunia. Dasein sebagai
ada-dalam-dunia berarti: berada dalam dunia sedemikian rupa sehingga Ada ini
berarti hanya berurusan dengan dunia.
Mengenai
“Yang Satu” (“Mereka”):
Kemungkinan-kemungkinan harian Dasein dari
Ada adalah untuk diatur oleh Yang Lain sesuka mereka. Yang Lain ini terutama
bukanlah Yang Lain tertentu. Sebaliknya, setiap yang lain dapat
mewakilinya. Apa yang menentukan adalah bahwa dominasi diam-diam dari Yang Lain
yang telah diambil alih secara tidak sadar dari Dasein sebagai
Ada-dengan yang satu termasuk dalam Yang Lain sendiri dan mengangkat
kekuatannya…. “Siapa”-nya bukanlah yang ini, bukan yang itu, bukan diri
sendiri, bukan orang tertentu, dan bukan kumpulan mereka, “Siapa”-nya adalah
netral, yakni “mereka”.
Mengenai
Kecemasan:
Kecemasan melemparkan kembali Dasein pada
yang dicemaskan-kemampuan-aslinya-untuk-Ada-dalam-dunia. Kecemasan meng-individuasilkan
Dasein baginya sendiri sebagian besar Ada di dunia, yang sebagai sesuatu
yang dapat memahami, merencanakan dirinya secara esensial atas
kemungkinan-kemungkinan.
Mengenai Kematian:
Tidak seorang pun tahan menghadapi kenyataan
seseorang meninggal dan terlepas darinya…. Dari esensi terdalamnya, kematian
dalam setiap peristiwa adalah kematianku, sejauh kematian itu “ada” sama
sekali. Memang kematian menandakan kemungkinan-dari-Ada yang khusus di mana Ada
sendiri Dasein seseorang merupakan permasalahan. Dalam mati, ditunjukkan
kepemilikanku dan eksistensi secara intologis merupakan bagian dari kematian.
Mati bahkan bukanlah peristiwa; kematian adalah gejala yang harus dimengerti
secara eksistensial
- Karya-Karya Martin Haidegger
Berikut ini merupakan beberapa contoh karya-karya
dari Heidegger yang diterjemahakan
dalam bahasa Inggris dalam bentuk buku. Berikut karya-karya Heidegger yang tersedia
dalam bahasa Inggris:
Being
and Time. Diterjemahkan oleh John Macquuarrie and Edward
Robinson. New York: Harper & Row, 1962. (Seind und Zeit, 1927).
Early
Greek Thinking. Diterjemahkan oleh David Farrell Krell
and Frank A. Capuzzi. New York: Harper & Row, 1975. (Der Sprach des
Anaximander” dari Holzwege, 1950, hlm. 296-343; “Logos (Heraklit,
Fragment B 50)”, “Moira (Parmenides VIII, 34-41)”, dan “Aletheia (Heraklit,
Fragment B 16) dari Vortrage und Auf satze, 1945, hlm. 207-282.
The
End of Philosophy. Diterjemahkan oleh Joan Stambaugh. New
York: Harper & Row, 1973. (“Die
Metaphysik als Geschichte des Seins “Entwurfe zur Geschichte des Seins als
Metaphysik”, dan “De Erinnerung in
die Metaphysik” dari Nietzsche, 1961, vol. II, hlm. 399-490; “Oberwindung der Metaphysik” dari ortrage und Augsatze, 1954, hlm. 71-99)
The
Essence of Reasons. Edisi dalam dua bahasa. Terjemahkan
oleh Terence Malick, Evaston, linois: Northwestern
University Press, 1969. (Vom Wesen des Grundes, 1929).
Existence
and being. Diedit, dengan introduksi, oleh Werner Brock,
Chicago: Henry Regnery Company, 1949. (Sebagai tambahan terhadap terjemahan
lain dari Bacaan-bacaan II dan III dalam antologi ini, volume ini memuat
terjemahan dari “Heimkunft: An die
Verwandten” dan “Hoiderlin und Wesen
der Dichtung” dari Erlauterungen Zu Holderilius Dichtung, 1951, hlm.
9-45)
Hegel’s
Concept of Experience. Diterjemahkan oleh J. Glenn Gray and
Fred D. Wieck. New York: Harper & Row, 1970. (“Hegels Begriff der Erfahrung”, Holzwege, 1950, hlm.
105-192.)
Identity
and Difference. Edisi dua bahasa. Terjemahan oleh Joan
Strambaugh. New York: Harper & Row, 1969 (Identitat und Differenz, 1957)
An Introduction to Metaphysics.
Diterjemahkan oleh Ralph Manhheim. Garden City, New York: Doubleday-Anchor
Books, 1961. (Einfurung in die Metaphysik, 1953)
Kant
and the Problem of Metapgysics. Diterjemahkan oleh
James S. Churchill. Bloomington, Indiana: Indiana University Press, 1962. (Kant
und das Problem der Metaphysik, 1929)
Nietzsche.
Empat volume. Diedit oleh Dafid Farell Krell, New York: Harper & Row,
segera terbit. (Nietzsche, 2 Vol., 1961).
On
the Way to language. Diterjemahkan oleh Peter D. Hertz and
Joan Stambaugh. New York: Harper & Row, 1971. (Unterwegs zut Sprache,
1959. Edisi Inggris tidak mengikuti urutan esai-esai dalam edisi Jerman dan
menghilangkan esai pertama-yang muncul dalam Poetry, language, Trought,
terdaftar dibawah).
On
Time and Being. Diterjemahkan oleh Joan Stambaugh, New
York: Haroer & Row, 1972. (Zur Sache des Denkens, 1969).
Poetry,
Language, Trought. Diterjemahkan oleh Albert Hofstadter.
New York: Harper & Row, 1971. (Aus der Efahrung des denkens, 1954; Der
Ursprung des Kunstwekes (Reclam), 1960: “Wozu Dicther?” dari Holzwege,
1950, hlm. 248-295; “Bauen Wohnen Denken”, “Das Ding”. amd “…Dichterisch wohnet
der Mensch…” dari Vortrage und Aufsatze, 1954, hlm. 145-204; “Die
Sprache” dari Unterwegs zur Sprache, 1959, hlm. 9-33)
The
Question Concerning Technology and Other Essays.
Diterjemahkan oleh William Lobitt, New York: Harper & Row. (“Die Frage nach der Technik” dan “Wissenschaft und Besinnung” dari Vortrage
und Arescitze, 1945, hlm. 13-70; “Die
Zeit des Welkbilder” dan “Noetzsche
Wor ‘Got ist tot’” dari Holzwege, 1950, hlm. 69-104 dan 193-247)
The
Question of Being. Edisi dua bahasa. Terjemahan oleh
William Kluback dan Jean T. Wilde, New Haven, Connecticut: College &
University Press, 1958. (Zur Seinfrage, 1956)
What
Is a Thing? Diterjemahkan oleh W. B. Barton, Jr.
dan Vera Deutsch, Chicago: Henry Regnery Company, 1967 (Die Frage nach dem
Ding, 1962)
What
Is Called Thingking? Diterjemahkan oleh Fred. D. Wieck dan
J. Glend Gray, New York: Harper & Row, 1968 (Was Heisst Denken? 1954)
What
Is Philosophy? Edisi dua bahasa. Terjemahan oleh
William Kluback dan Jean T. Wilde, New Haven, Connecticut: College &
University Press, 1958. (Was ist das-die Philosophie? 1956)
[1] F. Budi Hardiman. Heidegger
dan Mistik Keseharian. (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2003). h. 7
[2] K, Bertens. Filsafat Barat Kontemporer. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2000). h. 155
[3]
Karya
tulis untuk menjadi profesor di Jerman.
[4] F. Budi Hardiman. Heidegger
dan Mistik keseharian. h. 26
[5] Ibid.
[6] Eric Lemay dan Jennifer A. Pitts.
Heidegger untuk Pemula. (Yogyakarta: Kanisius, 2001). h. 31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar